Minggu, 28 November 2010

Pelapisan Sosial, Persamaan Derajat, Diskriminasi dan pemerataan Sosial


BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
‘’ Inna kholaknakum min dzkarin wa unsa wa jaalnakum suuban wa qobaila litaarofu’’
Pada dasarnya manusia dilahirkan dengan potensi yang sama sebab manusia merupakan satu keluarga dari rahim seorang Hawa dengan bapak tunggal Adam As, namun seiring dengan banyaknya kepentingan, maksud dan tujuan yang berbeda, lazimlah bila dikemudian hari tibullah rasisme yang muncul karena perbedaan-perbedaan.
            Islam datang sebagai pencerah, maka dari itu agama yang pernah menjadi agama terbesar di dunia ini memberikan wacana yang kamil terkait pelapisan social, persamaan derajat, diskriminasi dan pemerataan social sebab kita sebagai anak cucu adam seperti yang disebutkan Rasulullah adalah saudara, maka hiasilah tali persaudaraan tanpa memandang status social, ras, suku, agama maupum perbedaan lainnya dengan sabdanya “Innamal mu`minuna ikhwatun, fa ashlihu baina akhawaikum”
            Namun, akhir-akhir ini sering timbul pertikaian karena perbedaan-perbidaan kecil yang dianggap agung ini. Maka kami sebagai mahasiswa memiliki bentuk kepedulian untuk memberantas kebatilan ini minimal dengan menyusun paper yang berkaitan dengan perbedaan-perbedaan mendasar pada sisi kemanusian namun selalu dikobar-kobarkan

B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah ini maka kami menyusun rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apakah pengertian pelapisan social, persamaan derajat, diskriminasi dan  pemerataan social ?
2.      Apa saja factor-faktor yang menyebabkan adanya pelapisan social, persamaan derajat, diskriminasi dan pemerataan social ?
3.      Bagaimana cara penyelesaian problema pelapisan social, persamaan derajat, diskriminasi dan pemerataan social ?


BAB II
Pembahasan[1]

A.     Pengertian Pelapisan Social, Persamaan Derajat, Diskriminasi Dan Pemerataan Social

1. Pelapisan Sosial
Istilah stratifikasi berasal dari akar kata strata atau stratum yang berarti lapisan. oleh karena social stratification sering diterjemahkan sebagai pelapisan masyarakat. Pitrim A. sorokin memberikan  definisi pelapisan adalah perbedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarchis). Seperti : kelas atas, tengah dan bawah[2].

2. Persamaan derajat.
Persamaan drajat berdasarkan pasal 1 UUD 1945 yang berbunyi: sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama. Meraka dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lainnya dalam persaudaraan[3].

3. Diskriminasi
                     Diskriminasi adalah perlakuan yagn sifatnya membeda-bedakan antara sesame warga Negara karena pengaruh keturunan, suku, warna kulit dan agama[4].

4. Pemerataan social
Pemerataan social merupakaan sebuah proses dalam mencapai kesejahteraan masyarakat  baik hak dan kewajibannya seperti hadis Rasulullah bahwa sesungguhnya seorang muslim adalah saudara seperti halnya sebuah bangunan yag saling mengokohkan antara satu dengan yang lainnya.



B.     Faktor-faktor Pelapisan Social, Persamaan Derajat, Diskriminasi Dan Pemerataan Social
      Ada beberapa factor yang melatar belakangi terjadinya pelapisan social, persamaan derajat, diskriminasi dan pemeratan social diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Faktor kekayaan
            factor ini dapat di jadikan sebagai ukuran yang orientasinya kepada harta benda yang dimiliki oleh sekelompok orang, barang siapa yang mempunyai kekayaan paling banyak. Maka, dia akan berada pada kelas teratas seperti contoh mobil pribadi, cara bagaimana menggunakan pakaian dan kebiasaa berbelanja barang mahal.

2. Faktor kekuasaaan
            barang siapa yang mempunyai kekuasaan atau wewenang dalam masyarakat maka dialah termasuk pada kelas teratas

3. Faktor  kehormatan
Ini adalah salah satu yang menyebabkan terjadinya pelapisan social, persamaan derajat, diskriminasi dan  pemerataan social mereka yang paling disegani  dan di hormati maka dia akan mendapatkan penghormatan sekaligus akan menduduki kelas social teratas hal seperti ini seringkali kita jumpai di kalangan masyarakat tradisional.

4. Faktor Ilmu pengetahuan
Dalam  hal ini pengetahuan menjadi ukuran utama sebagai timbagan di kalangan kalangan masyarakat yang kadang kala ukuran ini menyebabkan sisi negatif karena di sisi lain terkadang bukan ilmu pengetahuan yang mereka peroleh akan tetapi hanya gelas serjana yang belum tentu di dukung denga performanya di masyarakat[5].
            Dari uraian tersebut maka lahirlah yang namanya kelas teratas (uuper class) dan kelas bawah (lower class), masyarakat yang tediri dari tiga kelas yaitu kelas atas (uuper class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class)


  1. Cara Penyelesaian Problema Pelapisan Social, Persamaan Derajat, Diskriminasi Dan Pemerataan Social

Kita sebagai umat Islam pastinya mengenal Alqur’an dan Alhadis keduanya hadir sebagai petunjuk bagi orang-orang yang beriman begitu pula dalam mengatasi problema pelapisan social, persamaan derajat, diskriminasi dan pemerataan social yang selalu menjadi momok dan gejala sosial di dalam masyarakat manapun termasuk Indonesia.
Alquran hadir unutk menyelsaiakn semua permasalahan, ada taiga unsur kata kunci di dalam alqur’an[6]

1.Al Ummah Al wahidah
Poin ini bermakna sebagai masyarakat yang bersatu, artinya tida ada pembatas antara satu golongan dengan golongan yang lainnya sebab pada dasarnya persatuan memiliki tafsiran tujuan visi dan misi yang sama yaitu membangun peradaban yang lebih baik.
Jadi Islam tidak pernah memandang golongan atau person karena strata social mereka, bukan seperti kebudayaan India yang mengenal Kasta seperti Kasta Brahmana, Kasta ksatria, Kasta waisya, Kasta Sudra, dan Kasta Paria[7] serta menghapus tradisi jahiliyah seperti perbudakan

2.Al Ummah Al washatan
Arti poin ini adalah memupuk rasa nasionalisme dalam sanubari masyarakat, Rasulullah pernah menerapkan system ini ketika menjadikan Madinah sebagai pusat peradaban di dunia, padahal penduduk Madinah tidak hanya terdiri dari ummat islam namun ada juga masyarakat minoritas yang memeluk kepercayaan Majusi, Yahudi dan Nasrani, akan tetapi perbedaan ini tidak menjadi batu kerikil keberhasilan Nabi Muhammad malah menjadi kekuatan baru yang kokoh karena rasa nasionalisme


Karena hal inilah kemudian lahir piagam Madinah yang berisi seruan hidup nyaman tanpa pelapisan social, persamaan derajat, diskriminasi dan pemerataan social. Nah, karena hal inilah maka kemudian lahir istilah masyarakat madani (nisbat pada kota Madinah) atau yang lebih masyhur dengan cvil society. jadi bisa di maklumi bahwa presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno mengadopsi dan pernah menerapkan hal ini dengan di gagasnya piagam Jakarta tapi karena tidak jelasnya para pemimmpin penerusnya maka substansi piagam Jakarta hanya tinggal kenangan saja

3.Khairu ummah
Poin ini berarti masyarakat yang unggul, maka tiada cara untuk mencapainya kecuali dengan melakukan dua poin sebelumnya sebab sebenarnya khairu ummah merupakan hasil akhir darinya
Khairu Ummah bisa pula disebut cita-cita luhur dari adanya persatuan dan nasionalisme karena tidak akan tercipta sebuah nikmatul ummah (keberhasilan masyarakat) tanpa adanya nahdlatul ummat (kebangkitan masyarakat) dan nahdlatul ulama (kebangkitan kaum intelektual) yang hanya bisa diwujudkan dengan persatuan dan animo nasionalisme yang tinggi[8]


BAB III
Kesimpulan

            Untuk menarik kesimpulan tentang pelapisan social, persamaan derajat, diskriminasi dan pemerataan social maka kita harus memahami teori khuldisme yang merujuk pada kepemilikan buah khuldi pada setiap insan karena merupakan warisan tunggal kakek Adam dan nenek Hawa, walaupun ada perbedaan ras, suku, agama dan warna kulit
            Factor  lahirnya pelapisan social, persamaan derajat, diskriminasi dan pemerataan social  jelas disebabkan karena kekayaan, kekuasaan, kedudukan, kehormatan dan ilmu pengetahuan yang akhir-akhir ini sering di agungkan padahal tuhan tidak pernah menilai semua ini karena penilaianNya hanya terpatri pada ketakwaan seseorang
            Persatuan, kebangkitan dan tingginya rasa nasionalisme dalam segala hal bisa meruntuhkan imperium pelapisan social, persamaan derajat, diskriminasi dan pemerataan social


[1] Paper ini bisa diunduh pada catatan dunia maya penyusu : www.em-edisugianto.blogspot.com
[2] Abu ahmadi, ilmu sosial dasar,(Jakarta: Rineka cipta,1991) hal 197
[3] Mawardi, IAD-ISD-IBD,(Bandung: Pustaka setia, 2007) 249
[4] Kamisa, Kamus lengkap Bahasa Indonesia,(Surabaya: Kartika, 1997) 143
[5] Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar,(Jakarta:Rineka cipta,1991) 205
[6] M. Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani ; Agama, Kelas Menengah Dan Perubahan Social, (Jakarta:LP3S, 1999) 82
[7] Ibid 201
[8] Abdullah Hanani, Menciptakan Nimatul Ummat Dengan Nahdlatul Ummat Dan Nahdlatul Ulama, (Surabaya: Mediasi HMI Adab IAIN,2010) 3

EKSISTENSI PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN

1. Pendahuluan

Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga tertua di Indonesia yang sampai saat ini masih eksis dan subur melahirkan alumni-alumni (output) yang profesional dalam bidangnya masing-masing, sebut saja almarhum K.H Hasyim Asy`ari selaku pendiri Nahdlatul `Ulama, K.H Abdurrahman Wahid yang pernah menjabat sebagai Presiden Indonesia dan Drs. Syaifullah Yusuf yang saat ini menjabat sebagai wakil gubernur Jawa Timur. Beliau bertiga adalah contoh kecil yang nyata dari golongan kaum bersarung yang mampu menjadi agent of change sekaligus aset bangsa.
Dari gambaran ini, tidak bisa kita pungkiri bahwa eksistensi pesantren dalam mencerdaskan anak bangsa sangat tinggi. Walaupun, dengan sarana dan prasarana yang sangat sederhana. Terbukti dalam lembaga ini anak didik tidak hanya diajari hal-hal yang bersifat duniawi saja tetapi juga hal-hal yang bersifat ukhrawi.
Pesantren memiliki peran dan jasa yang sangat besar dalam pembangunan nasional dengan berbagai macam cara seperti mengusir penjajah hingga terciptanya kemerdekaan. Jadi, sungguh irois sekali bila pemerintah akhir-akhir ini sering memandang pesantren dengan sebelah mata terlebih dalam hal pendidikan dan menilai sebagai sarang teroris. Hal ini merupakan kesalahan besar karena pendidikan di pesantren tidak pernah mengajarkan kekerasan seperti yang telah ditudingkan tersebut.
Sejatinya, kurikulum pada mayoritas pesantren adalah al-muhafadzatu `ala qadim al-shalih wa al-akhdu bi al-jadid al-ashlah atau yang lebih populer dengan arti melestarikan tradisi-tradisi salaf dan menambahkan nilai-nilai modern pada sisi kehidupan.

SELAYANG PANDANG PONDOK PESANTREN

A. Pengertian Pondok Pesantren
Kata pondok berasal dari istilah Bahasa Arab funduq yang artinya adalah penginapan bagi musafir atau pesangrahan, sedangkan pesantren memiliki akar kata santri dengan menggunakan awalan pe dan akhiran an yang menurut sejarahnya berasal dari Bahasa Tamil yang berarti guru ngaji. Jadi makna sempurna pondok pesantren adalah tempat yang memiliki sarana untuk belajar mengaji dan belajar ilmu agama.
Pasca kemerdekaan, pesantren tidak hanya memberikan materi ilmu agama saja karena para asatidz ingin menanamkan rasa nasionalisme pada para santri sehingga materi-materi kebangsaan juga dimasukkan pada kurikulum kegiatan belajar mengajar sehingga dikemudian hari lahirlah para intelektual, politisi dan pegawai negeri yang merupakan jebolan pondok pesantren.

B. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren
Dalam catatan sejarah, Islam masuk ke Indonesia dipelopori oleh para pedagang Gujarat yang kurang lebih berlangsung pada abad 13 dan menyebar luas ke seluruh pelosok negeri pada abad 15 namun dianggap mulai dikenal sejak para pedagang Arab berkelana di Nusantara pada abad 8 melalui Ibnu Bathutah.
Bermula dari fase pedagang inilah kemudian para pelajar yang dididik oleh ibn sabil lahirlah pondok pesantren hingga masyhur dan berkembang pesat pada abad 18 seperti pesantren Bangkalan yang diasuh oleh Syaikhana Muhammad Kholil Al-Maduri, pesantren Sidogiri yang didirikan oleh Sayyid Sulaiman, pesantren Banyuanyar dengan figure K.H Itsbat bin Ishaq dan pesantren Tebuireng dengan perintisnya K.H Hasyim Asy`ari.
Metode yang digunakan sebagai sarana belajar mengajar adalah system halaqah yang merupakan adopsi dari para ulama Indonesia yang belajar di Timur Tengah, akan tetapi beberapa tahun kemudian system fashl lebih berkembang karena perannya dianggap lebih dominan bila diterapkan di Indonesia.

C. Tipologi Pondok Pesantren
Pada awalnya, semua pesantren di Indonesia menerapkan pola yang sama yakni menganut ittiba` li as-salafu al-shalih yang lebih menekankan kajian keagamaan seperti ilmu alat (Nahwu dan Sharf), ilmu fiqh, ilmu tauhid serta yang pasti Al-quran dan Hadis sebagai ideology utama pesantren. Maka pelajaran-pelajaran ini sudah jelas tidak dapat dihapus dari nilai belajar santri karena merupakan warisan yang bersifat turun-temurun sesuai dengan hadis man yuridillahi khairan yufaqqihu fi al-dien yang artinya adalah barang siapa dikehendaki baik oleh Allah, maka ia akan diberi pemahaman dalam urusan agama (H.R Bukhari Muslim).
Roda perputaran zaman menuntut pesantren mengembangkan cara belajar mengajarnya, sehingga pada awal abad ke 20 tipologi pondok pesantren terbagi menjadi dua macam. Yaitu :
1. Pesantren salaf
Tipologi pesantren mempunyai karakter keagamaan yang kuat dengan memilih kitab-kitab kuning sebagai bahan kajiannya. Pesantren model ini melaksanakan proses pembelajaran di masjid dan madrasah yang berorientasi kepada kiai dan asatidz sebagai pembaca dan memberikan makna serta meberikan pemahaman tentang isi kitab sedangkan santri berperan sebagai pendengar
Pesantren model ini mempunyai karakter al muhafadatu al qodimis al sholeh dalam artian menjaga setiap tradisi yang kuno karena hal tersebut sudah dicerminkan oleh para pendahulunya.

2. Pesantren semi modern
al-muhafadzatu `ala qadim al-shalih wa al-akhdu bi al-jadid al-ashlah atau yang lebih populer dengan arti melestarikan tradisi-tradisi salaf dan menambahkan nilai-nilai modern pada sisi kehidupan.
Tipe pesantren ini mulai berkembang pada abad 20 terutama sejak transisi dari orde lama ke orde baru ketika pertumbuhan ekonomi betul-betul menanjak, pendidikan pesantren menjadi semakin terstruktur dan kurikulumpun menjadi berfariasi. Seperti misal kurikulum Depdiknas yang sudah eksis di pesantren model ini dengan rasio 70 persen mata pelajaran sekuler dan 30 persen mata pelajaran agama. Sekolah Islam yang melaksakan kurikulum ini disebut Madrasah. Perbedaanya pesantren dan madrasah adalah pesantren berupa asaram sebagai tempat tinggal santri sedangkan madrasah adalah sekolah Islam yang diikuti murid pada siang hari dan kuriulumnya ditentukan oleh Depdiknas.
Ada hipotesa bahwa jika kita tidak mengalami penjajahan, mungkin pertumbuhan sistim pendidikannya mengikuti jalur yang ditempuh pesantren-pesantren. Oleh karena itu, perguruan tinggi yang ada pada saat ini tidak akan berupa IAIN, ITB, UI, UGM, UNAIR ataupun lainnya. Tetapi, mungkin namanya menjadi universitas Tremas, Krapyak, Tebuireng, Bangkalan dan lainnya.
Begitu pula beberapa pesantren di wilayah Madura seperti pesantren Darul Ulum Banyuanyar, Bata-Bata dan pesantren Al Amin Prenduan Sumenep. Tiga pesantren ini selalu menjadi kiblat pendidikan agama di seluruh pesantren wilayah Madura karena manpu memberikan sumbangsih besar terhadap pemerintah setempat bahkan pemerintah pusat di dalam hal pendidikan terbukti para santri yang lulus sekolah menengah dari pesantren ini dikirim ke berbagai kota di Indonesia sebagi guru bantu dengan tujuan mengamalkan ilmu yang sudah didapat dan berbakti terhadap Agama, Nusa dan bangsa.

2. Penutup
Pesantren merupakan salah satu asset Negara yang selama ini ternyata banyak memberikan kontribusi besar dalam mencerdaskan aanak bengasa sekaligus membangun bangsa tidak hanya dari keilmuan saja tetapi juga secara moral. Dalam hal ini lahirnya beberapa tokoh nasional yang mampu memimpin negeri ini seperti agn sudah disebutkan diawal.

Hal seperti ini sudah tertuang dalam bait lagu kebangsaan yang berbunyi ‘’ bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia raya’’ .dal hal ini pesantren sangat berperan penuh dalm membentuk mental santri baik dari keintelektualan, emosional dan spritualannya, sehingga bias di kataka memang pesantrenlah yang sebenarnya telah berhsil mengamalkan isi dari lagu kebangsaan tersebut dalam realita kehidupan berbangsa and bernegara.

Jumat, 29 Oktober 2010

Pelapisan Sosial

BAB I: Pendahuluan
A.  Latar Belakan

Pada hakikatnya manusia hidup tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, manusia senantiasa membutuhkan orang lain. Pada akhirnya manusia hidup secara berkelompok-kelompok. Manusia dalam bersekutu atau berkelompok akan membentuk suatu organisasi yang berusaha mengatur dan mengarahkan tercapainya tujuan hidup yang besar. Dimulai dari lingkungan terkecil sampai pada lingkungan terbesar. Pada mulanya manusia hidup dalam kelompok keluarga. Selanjutnya mereka membentuk kelompok lebih besar lagi sperti suku, masyarakat dan bangsa. Kemudian manusia hidup bernegara. Mereka membentuk negara sebagai persekutuan hidupnya.

Negara merupakan suatu organisasi yang dibentuk oleh kelompok manusia yang memiliki cita-cita bersatu, hidup dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang sama. Negara dan bangsa memiliki pengertian yang berbeda. Apabila negara adalah organisasi kekuasaan dari persekutuan hidup manusia maka bangsa lebih menunjuk pada persekutuan hidup manusia itu sendiri.

Di dunia ini masih ada bangsa yang belum bernegara. Demikian pula orang-orang yang telah bernegara yang pada mulanya berasal dari banyak bangsa dapat menyatakan dirinya sebagai suatu bangsa. Baik bangsa maupun negara memiliki ciri khas yang membedakan bangsa atau negara tersebut dengan bangsa atau negara lain di dunia. Ciri khas sebuah bangsa merupakan identitas dari bangsa yang bersangkutan. Ciri khas yang dimiliki negara juga merupakan identitas dari negara yang bersangkutan. Identitas-identitas yang disepakati dan diterima oleh bangsa menjadi identitas nasional bangsa.

B.  Rumusan Masalah

1.     Apa pengertian Identitas Nasional?
2.     Apa saja unsur-unsur Identitas Nasional?
3.     Apa saja faktor-faktor pendukung kelahiran Identitas Nasional?
4.     Bagaimana hakikat Bangsa dan Negara?
5.     Apa Hubungan globalisasi dengan Identitas Nasional?
6.     Apa hubungan integrasi dengan Identitas Nasional?

C.  Tujuan

1.      Memberikan pemahaman tentang pengertian Identitas Nasional
2.      Menjelaskan unsur-unsur Identitas Nasional

3.      Menerangkan faktor-faktor pendukung kelahiran Identitas Nasional
4.      Memahami hakikat Bangsa dan Negara
5.      Menjelaskan bagaimana hubungan antara globalisasi dengan Identitas Nasional
6.      Menjelaskan bagaimana hubungan antara Integrasi dengan Identitas Nasional

BAB II: Pembahasan
A.  Definisi Identitas Nasiona

Kata “identitas” berasal dari kata identity berarti ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Sedangkan “Nasional” menunjuk pada sifat khas kelompok yang memiliki ciri-ciri kesamaan, baik fisik seperti, budaya, agama, bahasa, maupun non-fisik seperti, keinginan, cita-cita, dan tujuan.

Jadi, “Identitas nasional” adalah identitas suatu kelompok masyarakat yang memiliki ciri dan melahirkan tindakan secara kolektif yang diberi sebutan nasional.

Ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Terminologis (Kamus Antropologi): sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi,sendiri, golongan sendiri kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri.

Referensi lain menerangkan, identitas nasional adalah manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan kehidupannya.

Menurut Koenta Wibisono (2005) pengertian Identitas Nasional pada hakikatnya adalah manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya.

B.  Unsur-Unsur Pembentuk Identitas Nasional

Salah satu identitas bangsa Indonesia adalah ia dikenal sebagai sebuah bangsa yang majemuk. Kemajemukan Indonesia dapat dilihat dari sisi sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama dan bahasa.
      
      Sejarah.

Menurut cacatan sejarah, sebelum menjadi sebuah identitas negara bangsa yang Modern, bangsa Indonesia pernah mengalami masa kejayaan yang gemilang. Semangat juang bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah menurut banyak kalangan telah menjadi ciri khas tersendiri bagi bangsa Indonesia yang kemudian menjadi salah satu unsur pembentuk identitas nasional Indonesia.

 .       Suku Bangsa

Kemajemukan merupakan Identitas lain bangsa Indonesia. Namun demikian , lebih dari sekedar kemajemukan yang bersifat alamiah tersebut, tradisi, tradisi bangsa Indonesia untuk hidup bersama dalam kemajemukan merupakan hal lain yang harus terus dikembangkan dan dibudayakan, kemajemukan alamiah bangsa Indonesia dapat dilihat pada keberadaan lebih dari 300 kelompok suku, beragam bahasa, budaya dan keyakinan yang mendiami kepulauan nusantara.

           Bahasa

Bahasa adalah salah satu atribut identitas nasional Indonesia .sekalipun Indonesia memiliki ribuan bahasa daerah ,kedudukan bahasa Indonesia (bangsa yang digunakan bahasa melayu) sebagai bahasa penghubung (lingua franca) berbagai kelompok etnis yang mendiami kepulauan nusantara memberikan nilai identitas tersendiri bagi bangsa Indonesia.

C.    Faktor-faktor pendukung kelahiran Identitas Nasional

a. Adanya persamaan nasib , yaitu penderitaan bersama dibawah penjajahan bangsa asing lebih kurang selama 350 tahun
b. Adanya keinginan bersama untuk merdeka , melepaskan diri dari belenggu penjajahan
c. Adanya kesatuan tempat tinggal , yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke
d. Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu bangsa
 Hal ini juga tercermin dalam proses kelahiran sumpah pemuda[1]

D.  Hakikat Bangsa dan Negara

Nasionalisme atau paham kebangsaan, istilah tersebut dalam kajian sejarah terbukti mengandung konsep-konsep yang sulit dirumuskan, sehingga para pakar di bidang Politik, Sosiologi, dan Antropologi pun sering tidak sependapat mengenai makna istilah-istilah tersebut. Selain istilah bangsa, dalam bahasa Indonesia, kita juga menggunakan istilah nasional, nasionalisme yang diturunkan dari kata asing “nation” yang bersinonim dengan kata bangsa. Tidak ada rumusan ilmiah yang bisa dirancang untuk mendefinisikan istilah bangsa secara objektif, tetapi fenomena kebangsaan tetap aktual hingga saat ini.

Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan “nation”, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsur sebagai berikut :
1. Satu kesatuan bahasa.
2. Satu kesatuan daerah.
3. Satu kesatuan ekonomi.
4. Satu Kesatuan hubungan ekonomi.
5. Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.

Istilah natie (nation) mulai populer sekitar tahun 1835 dan sering di perdebatkan , dipertanyakan apakah yang dimaksud dengan bangsa?, salah satu  teori tentang bangsa sebagai berikut :

Teori Ernest Renan

Pembahasan mengenai pengertian bangsa dikemukakan pertama kali oleh Ernest Renan tanggal 11 Maret 1882, yang dimaksud dengan bangsa adalah jiwa, suatu asas kerohanian yang timbul dari : (1). Kemuliaan bersama di waktu lampau, yang merupakan aspek historis. (2). Keinginan untuk hidup bersama (le desir de vivre ensemble) diwaktu sekarang yang merupakan aspek solidaritas, dalam bentuk dan besarnya tetap mempergunakan warisan masa lampau, baik untuk kini dan yang akan datang.

Lebih lanjut Ernest Renan mengatakan bahwa hal penting merupakan syarat mutlak adanya bangsa adalah plebisit, yaitu suatu hal yang memerlukan persetujuan bersama pada waktu sekarang, yang mengandung hasrat untuk mau hidup bersama dengan kesediaan memberikan pengorbanan-pengorbanan. Bila warga bangsa bersedia memberikan pengorbanan bagi eksistensi bangsanya, maka bangsa tersebut tetap bersatu dalam kelangsungan hidupnya (Rustam E. Tamburaka, 1999 : 82).Titik pangkal dari teori Ernest Renan adalah pada kesadaran moral (conscience morale), teori ini dapat digolongkan pada Teori Kehendak[2]

H. Hubungan globalisasi dengan Identitas Nasional

Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi 
yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara sehingga saling terikat satu sama lain,unutk mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.

Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. 

Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).

Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.

Ciri-ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan
1.Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
2.Penyebaran prinsip multikebudayaan dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
3. Berkembangnya turisme dan pariwisata.
4. Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
5. Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
6. Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.

Persolan utama Indonesia dalam mengarungi lautan Global ini adalah masih banyaknya kemiskinan, kebodohan dan kesenjangan sosial yang masih lebar. Dari beberapa persoalan diatas apabila kita mampu memaknai kembali Pancasila dan kemudian dimulai dari diri kita masing-masing untuk bisa menjalankan dalam kehidupan sehari-hari, maka globalisasi akan dapat kita arungi dan keutuhan NKRI masih bisa terjaga.[3]
                                                           
I. Hubungan Integrasi Nasional Bangsa dengan Identitas  Nasional

Berbagai peristiwa sejarah di negeri ini telah menunjukkan bahwa hanya persatuan dan kesatuanlah yang membawa negeri Indonesia ini menjadi negeri yang besar. Besarnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tidaklah mengalami proses kejayaan yang cukup lama, karena pada waktu itu persatuan cenderung dipaksakan melalui ekspansi perang dengan menundukkan Negara- Negara tetangga.

Sangat berbeda dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang sebelum proklamasi tersebut telah didasari keinginan kuat dari seluruh elemen bangsa Indonesia untuk bersatu dengan mewujudkan satu cita-cita yaitu bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa persatuan (Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928)
Dilihat dari banyak ragamnya suku, bangsa, ras, bahasa dan corak budaya yang ada membuat bangsa ini menjadi rentan pergesekan, oleh karena itu para pendiri Indonesia telah menciptakan Pancasila sebagai dasar bernegara.

Dilihat dari bentuknya Pancasila merupakan pengalaman sejarah masa lalu untuk menuju sebuah cita-cita yang luhur. Pancasila dilambangkan seekor burung Garuda yang mana burung tersebut dalam kisah pewayangan melambangkan anak yang berjuang mencari air suci untuk ibunya, sedangkan pita bertuliskan Bhineka Tunggal Ika berartikan berbeda tetapi tetap satu. Kemudian tergantung di dada burung tersebut sebuah perisai yang mana biasanya perisai adalah alat untuk menahan serangan perang pada jaman dulu, jadi kalau diartikan untuk menjaga integritas bangsa Indonesia baik itu ancaman dari dalam maupun dari luar yaitu dengan menggunakan perisai yang didalam nya terkandung lima sila.

Dalam pidato bahasa Inggris di Washington Sukarno telah mendapatkan apresiasi yang luar biasa dari bangsa Amerika yang mana Sukarno pada waktu itu mengenalkan ideologi Indonesia yaitu Pancasila. Panca berarti Lima dan sila berarti landasan atau dasar yang mana dasar pertama Negara Indonesia ini dalah berdasar Ketuhanan, kedua berdasar Kemanusiaan, ketiga persatuan , dan keempat adalah demokrasi,serta kelima adalah keadilan social.

Seringkali bangsa kita ini mengalami disintegrasi dan kemudian bersatu kembali konon kata beberapa tokoh adalah berkat kesaktian Pancasila. Sampai pemerintah juga menetapkan hari kesaktian pancasila tanggal 1 Oktober. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya Pancasila hingga saat ini masih kuat relevansinya bagi sebuah ideology Negara seperti Indonesia ini.

Untuk itu dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hakikat identitas asional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam tataran nasional maupun internasional.[4]

BAB III: Penutup
Kesimpulan

Sekilas kata-kata diatas memang membuat tanda tanya besar dalam memaknainya. Beribu-ribu kemungkinan yang terus melintas dibenak pikiran, untuk menjawab sebuah pertanyaan yang membahas tentang identitas nasional.Kendatipun, dalam hidup keseharian yang mencakup suatu negara berdaulat, Indonesia sendiri sudah menganggap bahwa dirinya memiliki identitas nasional.

Identitas nasional merupakan pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, filsafat pancasila dan juga sebagai Ideologi Negara sehingga mempunyai kedudukan paling tinggi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Unsur-unsur dari identitas nasional adalah Suku Bangsa: gol sosial (askriptif : asal lhr), golongan,umur. Agama : sistem keyakinan dan kepercayaan. Kebudayaan: pengetahuan manusia sebagai pedoman nilai,moral, das sein das sollen,dlm kehidupan aktual. Bahasa : Bahasa Melayu-penghubung (linguafranca).

Faktor-faktor kelahiran identitas nasional adalah Faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi faktor subjektif dan factor objektif, Faktor primer, mencakup etnisitas, territorial, bahasa, agama, dan yang sejenisnya.

Faktor pendorong, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembanguanan lainnya dalam kehidupan bernegara. Faktor penarik, mencakup modifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional. Faktor reaktif, pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain.

***
  
[1] www.abdullahhanani.blogspot.com
[2] http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/identitas-nasional-dan-hakekat-bangsa
[3] http://www.g-excess.com/id/istilah-indonesia-sebagai-identitas-nasional.html

DAFTAR PUSTAKA 
Sutrisno, Slamet. Pancasila Kebudayaan dan Kebangsaan. Yogyakarta: Liberty. 1988
Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT: Tiara Wacana Yogya. 1994
Soedjatmoko. Historiografi Indonesia, Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. 1995