Minggu, 28 November 2010

EKSISTENSI PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN

1. Pendahuluan

Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga tertua di Indonesia yang sampai saat ini masih eksis dan subur melahirkan alumni-alumni (output) yang profesional dalam bidangnya masing-masing, sebut saja almarhum K.H Hasyim Asy`ari selaku pendiri Nahdlatul `Ulama, K.H Abdurrahman Wahid yang pernah menjabat sebagai Presiden Indonesia dan Drs. Syaifullah Yusuf yang saat ini menjabat sebagai wakil gubernur Jawa Timur. Beliau bertiga adalah contoh kecil yang nyata dari golongan kaum bersarung yang mampu menjadi agent of change sekaligus aset bangsa.
Dari gambaran ini, tidak bisa kita pungkiri bahwa eksistensi pesantren dalam mencerdaskan anak bangsa sangat tinggi. Walaupun, dengan sarana dan prasarana yang sangat sederhana. Terbukti dalam lembaga ini anak didik tidak hanya diajari hal-hal yang bersifat duniawi saja tetapi juga hal-hal yang bersifat ukhrawi.
Pesantren memiliki peran dan jasa yang sangat besar dalam pembangunan nasional dengan berbagai macam cara seperti mengusir penjajah hingga terciptanya kemerdekaan. Jadi, sungguh irois sekali bila pemerintah akhir-akhir ini sering memandang pesantren dengan sebelah mata terlebih dalam hal pendidikan dan menilai sebagai sarang teroris. Hal ini merupakan kesalahan besar karena pendidikan di pesantren tidak pernah mengajarkan kekerasan seperti yang telah ditudingkan tersebut.
Sejatinya, kurikulum pada mayoritas pesantren adalah al-muhafadzatu `ala qadim al-shalih wa al-akhdu bi al-jadid al-ashlah atau yang lebih populer dengan arti melestarikan tradisi-tradisi salaf dan menambahkan nilai-nilai modern pada sisi kehidupan.

SELAYANG PANDANG PONDOK PESANTREN

A. Pengertian Pondok Pesantren
Kata pondok berasal dari istilah Bahasa Arab funduq yang artinya adalah penginapan bagi musafir atau pesangrahan, sedangkan pesantren memiliki akar kata santri dengan menggunakan awalan pe dan akhiran an yang menurut sejarahnya berasal dari Bahasa Tamil yang berarti guru ngaji. Jadi makna sempurna pondok pesantren adalah tempat yang memiliki sarana untuk belajar mengaji dan belajar ilmu agama.
Pasca kemerdekaan, pesantren tidak hanya memberikan materi ilmu agama saja karena para asatidz ingin menanamkan rasa nasionalisme pada para santri sehingga materi-materi kebangsaan juga dimasukkan pada kurikulum kegiatan belajar mengajar sehingga dikemudian hari lahirlah para intelektual, politisi dan pegawai negeri yang merupakan jebolan pondok pesantren.

B. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren
Dalam catatan sejarah, Islam masuk ke Indonesia dipelopori oleh para pedagang Gujarat yang kurang lebih berlangsung pada abad 13 dan menyebar luas ke seluruh pelosok negeri pada abad 15 namun dianggap mulai dikenal sejak para pedagang Arab berkelana di Nusantara pada abad 8 melalui Ibnu Bathutah.
Bermula dari fase pedagang inilah kemudian para pelajar yang dididik oleh ibn sabil lahirlah pondok pesantren hingga masyhur dan berkembang pesat pada abad 18 seperti pesantren Bangkalan yang diasuh oleh Syaikhana Muhammad Kholil Al-Maduri, pesantren Sidogiri yang didirikan oleh Sayyid Sulaiman, pesantren Banyuanyar dengan figure K.H Itsbat bin Ishaq dan pesantren Tebuireng dengan perintisnya K.H Hasyim Asy`ari.
Metode yang digunakan sebagai sarana belajar mengajar adalah system halaqah yang merupakan adopsi dari para ulama Indonesia yang belajar di Timur Tengah, akan tetapi beberapa tahun kemudian system fashl lebih berkembang karena perannya dianggap lebih dominan bila diterapkan di Indonesia.

C. Tipologi Pondok Pesantren
Pada awalnya, semua pesantren di Indonesia menerapkan pola yang sama yakni menganut ittiba` li as-salafu al-shalih yang lebih menekankan kajian keagamaan seperti ilmu alat (Nahwu dan Sharf), ilmu fiqh, ilmu tauhid serta yang pasti Al-quran dan Hadis sebagai ideology utama pesantren. Maka pelajaran-pelajaran ini sudah jelas tidak dapat dihapus dari nilai belajar santri karena merupakan warisan yang bersifat turun-temurun sesuai dengan hadis man yuridillahi khairan yufaqqihu fi al-dien yang artinya adalah barang siapa dikehendaki baik oleh Allah, maka ia akan diberi pemahaman dalam urusan agama (H.R Bukhari Muslim).
Roda perputaran zaman menuntut pesantren mengembangkan cara belajar mengajarnya, sehingga pada awal abad ke 20 tipologi pondok pesantren terbagi menjadi dua macam. Yaitu :
1. Pesantren salaf
Tipologi pesantren mempunyai karakter keagamaan yang kuat dengan memilih kitab-kitab kuning sebagai bahan kajiannya. Pesantren model ini melaksanakan proses pembelajaran di masjid dan madrasah yang berorientasi kepada kiai dan asatidz sebagai pembaca dan memberikan makna serta meberikan pemahaman tentang isi kitab sedangkan santri berperan sebagai pendengar
Pesantren model ini mempunyai karakter al muhafadatu al qodimis al sholeh dalam artian menjaga setiap tradisi yang kuno karena hal tersebut sudah dicerminkan oleh para pendahulunya.

2. Pesantren semi modern
al-muhafadzatu `ala qadim al-shalih wa al-akhdu bi al-jadid al-ashlah atau yang lebih populer dengan arti melestarikan tradisi-tradisi salaf dan menambahkan nilai-nilai modern pada sisi kehidupan.
Tipe pesantren ini mulai berkembang pada abad 20 terutama sejak transisi dari orde lama ke orde baru ketika pertumbuhan ekonomi betul-betul menanjak, pendidikan pesantren menjadi semakin terstruktur dan kurikulumpun menjadi berfariasi. Seperti misal kurikulum Depdiknas yang sudah eksis di pesantren model ini dengan rasio 70 persen mata pelajaran sekuler dan 30 persen mata pelajaran agama. Sekolah Islam yang melaksakan kurikulum ini disebut Madrasah. Perbedaanya pesantren dan madrasah adalah pesantren berupa asaram sebagai tempat tinggal santri sedangkan madrasah adalah sekolah Islam yang diikuti murid pada siang hari dan kuriulumnya ditentukan oleh Depdiknas.
Ada hipotesa bahwa jika kita tidak mengalami penjajahan, mungkin pertumbuhan sistim pendidikannya mengikuti jalur yang ditempuh pesantren-pesantren. Oleh karena itu, perguruan tinggi yang ada pada saat ini tidak akan berupa IAIN, ITB, UI, UGM, UNAIR ataupun lainnya. Tetapi, mungkin namanya menjadi universitas Tremas, Krapyak, Tebuireng, Bangkalan dan lainnya.
Begitu pula beberapa pesantren di wilayah Madura seperti pesantren Darul Ulum Banyuanyar, Bata-Bata dan pesantren Al Amin Prenduan Sumenep. Tiga pesantren ini selalu menjadi kiblat pendidikan agama di seluruh pesantren wilayah Madura karena manpu memberikan sumbangsih besar terhadap pemerintah setempat bahkan pemerintah pusat di dalam hal pendidikan terbukti para santri yang lulus sekolah menengah dari pesantren ini dikirim ke berbagai kota di Indonesia sebagi guru bantu dengan tujuan mengamalkan ilmu yang sudah didapat dan berbakti terhadap Agama, Nusa dan bangsa.

2. Penutup
Pesantren merupakan salah satu asset Negara yang selama ini ternyata banyak memberikan kontribusi besar dalam mencerdaskan aanak bengasa sekaligus membangun bangsa tidak hanya dari keilmuan saja tetapi juga secara moral. Dalam hal ini lahirnya beberapa tokoh nasional yang mampu memimpin negeri ini seperti agn sudah disebutkan diawal.

Hal seperti ini sudah tertuang dalam bait lagu kebangsaan yang berbunyi ‘’ bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia raya’’ .dal hal ini pesantren sangat berperan penuh dalm membentuk mental santri baik dari keintelektualan, emosional dan spritualannya, sehingga bias di kataka memang pesantrenlah yang sebenarnya telah berhsil mengamalkan isi dari lagu kebangsaan tersebut dalam realita kehidupan berbangsa and bernegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar